Talk Show Fenomena Generasi Z

Acara ini bertempat di ruang seminar UP45, dimulai pukul 08.00 WIB – selesai,

bagi yang ingin mendaftar silahkan menghubungi CP : 081239585634 (Rere), 085851855703 (Ilham)

 

Doktor Baru di UP45 dan Upaya Menterjemahkan Visi Misi UP45

MIMBAR AKADEMIK DI UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 *)
 
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta

Pada 9 November 2016, Ibu Dr. Bening Hadilinatih, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta telah memberikan orasi ilmiah. Orasi ilmiah iut adalah ringkasan disertasinya. Ibu Bening baru saja lulus dari Program Doktor di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM pada pertengahan 2016. Judul penelitiannya adalah: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN PENAMBANGAN MINYAK BUMI PADA SUMUR TUA (Studi kasus: Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan penmabangan minyak bumi pada sumur tua di Blok Cepu). Disertasi ini pada hakekatnya adalah menterjemahkan visi misi UP45 ke tataran praktis di pandang dari sudut ilmu sosial. Berikut adalah ringkasan dari disertasinya.

Indonesia memiliki sangat banyak tambang minyak bumi. Hal ini karena Indonesia terletak di lokasi ‘cincin api’, yaitu lokasi yang banyak terdapat gunung berapi. Minyak bumi itu ditambang, dan lokasi penambangannya disebut sumur. Bila sumur-sumur itu dibor  sebelum tahun 1970, maka sumur itu disebut sumur tua. Sumur-sumur itu mempunyai peralatan yang sudah tua sehingga sudah lama tidak berproduksi lagi. Agar dapat berproduksi lagi, maka perlu ada pembaharuan alat-alat. Mengapa perlu peralatan baru? Hal ini karena minyak bumi harus dimanfaatkan dengan efisien. Hal itu dilakukan agar keamanan pasokan energi nasional terjamin.

Untuk mengelola kembali sumur-sumur tua itu, maka perlu pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan tampak jelas dari tingginya partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat yang tinggi ini akan memberi dua dampak yaitu peningkatan produksi minyak bumi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal yang menjadi permasalahan adalah partisipasi masyarakat akan menimbulkan masalah sosial dan kerusakan lingkungan.

Permasalahan pokok yang diteliti adalah: Mengapa proses pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua belum menghasilkan partisipasi masyarakat loka yang berkualitas? Untuk menjawab permasalahan teresbut, maka akan dibahas tiga hal yaitu: 

  1. Identifikasi karakteristik masyarakat penambang.
  2. Aktivitas partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pengusahaan penambangan.
  3. Analisis tentang proses pemberdayaan masyarakat dengan mengaitkan antara faktor-faktor pendukung pemberdayaan dengan karakteristik masyarakat serta bentuk aktivitas partisipasi masyarakat.

Apa saja kebijakan penambang minyak bumi pada sumur tua? Sumur minyak tua yang sering disebut sebagai old oil well, old well, atau abandoned oil well merupakan sumur minyak yang pengeborannya telah dilakukan puluhan tahun yang lalu. Oleh karena produksi dari sumur itu sudah mnurun maka sumur minyak itu ditinggalkan dan / atau ditutup. Minyak dari sumur minyak tua yang berada di lapangan minyak tua (mature fields / old oil fields) dapat dimanfaatkan kembali (reuse), untuk mengatasi kelangkaan sumber daya alam.

Di Indonesia, keikutsertaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua diatur dengan Peraturan Menteri ESDM No. 1 tahun 2008. Sumur minyak tua adalah sumur peninggalan Belanda yang dibor sebelum tahun 1970 dan tidak diusahakan oleh kontraktor migas mana pun. Di Indonesia, ada 13.824 buah sumur tua. Dari jumlah itu, sumur yang berpotensi untuk digarap kembali ada 5.000 sumur dan sumur-sumur tersebut bisa menghasilkan minyak sekitar 25 ribu barel/hari.

Untuk menggarap kembali sumur-sumur tua itu, perlu adanya partisipasi masyarakat di sekitr tempat sumur itu berada. Partisipasi adalah istilah yang sering dikaitkan dengan pemberdayaan. Partisipasi adalah tindakan atau menjadi bagian dai suatu tindakan, seperti proses pengambilan keputusan. Pemberdayaan mewakili kontrol berbagi, hak, dan kemampuan untuk berpartisipasi, serta untuk mempengaruhi keputusan, seperti pada alokasi sumber daya.

Pemberdayaan ada tga tingkatan yaitu micro level (desa), meso level (kota / wilayah), dan macro level (nasional). Pemberdayaan pada skala individu, adalah peningkatan kapasitas seseorang untuk mendapatkan kontrol atas kehidupan pribadi dan untuk mempromosikan perubahan dalam struktur kekuasaan. Peningkatan kapasitas itu dapat meningkatkan kesejahteraan seseorang. Pada skala masyarakat, pemberdayaan mengacu pada proses yang membuat komunitas memperoleh kekuatan bersama dalam kaitannya dengan keadaan sebelumnya.

Pemberdayaan juga berarti adanya pendelegasian secara sosial dan etika / moral. Kerangka kerja pemberdayaan tersebut dapat dilihat dari akronim ACTORS berikut ini:

  • A = Authority (wewenang) dengan memberikan kepercayaan.
  • C = Confidence and competence (rasa percaya diri dan kemampuan).
  • T = trust (kepercayaan)
  • O = Opportunities (kesempatan)
  • R = Responsibilities (tanggung jwaab)
  • S = Support (dukungan).

Faktor-faktor peberdayaan masyarakat tersebut di atas dapat disejajarkan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi suatu kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah: komunikasi, ketersediaan sumber daya (SDM, pendanaan dan kewenangan), sikap dan komitmen dari pelaksana program, dan strukur birokrasi.

Faktor-faktor pemberdayaan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi faktor-faktor sebagai berikut:

1.  Karakteristik masyarakat penambang

     a.    Kapasitas masyarakat.

     b.    Pemahaman masyarkat tentang sumber daya alam.

2.  Dukungan terhadap proses pengembangan kapasitas.

     a.    Sikap dan komitmen dari pelaksana kebijakan

     b.    Komunikasi

     c.    Ketersediaan sumber daya (SDM, sarana dan prasarana, serta pendanaan).

3. Hubungan kewenangan antara masyarakat penambang dengan lembaga-lembaga pengelola penambangan.

      a.   Struktur birokrasi

      b.   Pembagian kewenangan.

METODE

  • Tipe penelitian: kualitatif.
  • Lokasi penelitian: Blora dan Bojnegoro
  • Informan: ada 3 kelompok yaitu

           a.    Pejabat pembuat dan pelaksana kebijakan

           b.    Pelaku penambangan minyak.

           c.    Masyarakat. 

  • Teknik pengumpulan data: wawancra mndalam, oservasi, dokumentasi.
  • Teknik analisis data: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik masyarakat penambang

§  Kapasitas manajerial yang dimiliki oleh masyarakat penambang, baik secara individu maupun kelompok, masih   rendah.

§  Pemahaman masyarakat tentang kepemilikan, hak pengelolaan penambangan, keberlanjutan dan dampak dari kegiatan penambangan, maupun harapan-harapan ke depan masih beragam.

§  Kesejahteraan meningkat, tetapi baru sampai pada tahap kecukupan untuk memenuhi hidup sehari-hari. Mereka belum dapat menginvestasikn pendapatannya untuk masa depan.

§  Ketergantungan masyarakat penambang pada kegiatan penambangan minyak bumi pada sumur tua masih sangat kuat. 

Partisipasi masyarakat di lokasi penelitian merupakan kondisi partisipasi yang lemah.

§  Kurang memiliki kemampuan untuk merencanakan atau memutuskan pengembangan mereka sendiri.

§  Pimpinan kelompok penambang atau KUD/BUMD belum berperan dalam meningkatkan kapasitas masyarakat.

§  Kurang memperhatikan pentingnya peningkatan kemampuan dan ktrampilan.

§  Partisipasi masyarakat dikendalikan dan dikelola oleh agen eksternal.

§  Cenderung mempertahankan cara-cara lama.

§  Cenderung menolak intervensi dari pemerintah, meskipun penolakan tersebut bersifat tersembunyi atau ada resistensi terselubung (hidden transcript).

§  Adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar.

Pemberdayaan masyarakat penambang belum dapat memperkuat kemauan, kesempatan, dan kemampuan (capacity strengthening) masyarakat untuk dapat meakukan partisipasi yang berkualitas.

Beberapa temuan tentang pemberdayaan masyarakat sebagai proses peningkatan kualitas partisipasi adalah:

 

  • Dukunan terhadap pengembangan kapasitas masih kurang.
  • Belum adanya koordinasi yang baik antara instansi-instansi terkait dan belum adanya keterbukaan antar pemangku kepentingan.
  • Ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dalam proses pemerdayaan masyarakat penambang belum tercukupi.
  • Adanya pemikiran praktis dari penambang yang menyebabkan aktivitas penambangan yang dilakukannya hanya berorientasi pada kebutuhan untuk memperoleh penghasilan, tanpa memikirkan pertimbangan-pertimbangan jangka panjang, keamanan fisik, dan kelestarian lingkungan hidup.
  • Adanya ketergantungan penambang pada investor atau pihak-pihak yang memiliki modal besar.

KESIMPULAN, TEMUA TEORITIS DAN SARAN

  • Kebijakan pengaturan pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua belum dilaksanakan dengan proses pemerdayaan masyarakat yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.
  • Pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan penambangan belum dilengkapi dengan dua hal:

a.    Strategi peningkatan kapasitas penambang

b.    Kebijakan yang mengatur tentang pembagian kewenangan dan pola hubungan antar pelaksana kebijakan.

  • Proses tindakan sosial yang dilakukn untuk memberdaykan masyarakat belum memperhatikn kondisi masyarakat secara multilevel dan multidimensi. Masyarakat penambang di tigkat individu, organisasi, dan masyarakat belum dapat terlibat dan berpartisipasi dalam proses kegiatan. Proses kegiatan itu berpengaruh dalam memebtnuk masa depan mereka, baik yang berkaitan dengan perubahan sosial, politik, ekonomi, dan hukum.

TESIS DARI KAJIAN INI ADALAH:

  1. Pemberian kesempatan pada masyrakat untuk berparisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam, harus diawali dengan proses pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan ini dapat mendorong peningkatan kualitas partisipasi dan kesejahteraan masyarakat. 
  2. Pemberdayaan masyarakat dalam konteks pengelolaan sumber daya alam di era otonomi daerah haruslah ditekankan sebagai proses peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya yang ada di sekitarnya. Pemberdayaan itu dapat dilakukan melalui pengaturan pembagian kewenangan dan peningkatan kapasitas sosial, ekonomi, politik, dan hukum, baik di tingkat individu mupun kelompok / organisasi.

IMPLIKASI PRAKTIS PENELITIAN

  • Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua dapat ditingkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas partisipasi itu dapat ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas masyarakat di bidang sosial, ekonomi, politik dan hukum. Peningkatan itu dilakukan baik pada level individu mapun kelompok / lembaga.
  • Selain peningkatan kualitas partisipasi, juga diperlukan pembagian kewenangan kepada pemangku kepentingan terkait secara proposional (sesuai dengan kapasitas serta ruang lingkup aktivitas, tugas, dan kewajibannya).

SARAN UNTUK PERBAIKAN KEBIJAKAN PENGATURAN PENAMBANGAN MINYAK BUMI PADA SUMUR TUA:

  1. Kebijakan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua perlu dilakukan dengan pola hubungan kelembagaan. Pola hubungan kelembagaan itu akan dapat mendorong msyarakat berpartisipasi mengelola penambangan minyak bumi pada sumur tua secara konstruktif.
  2. Dalam pengeloaan pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua, distribusi kewenangan kepada pemerintah pusat, pemerintah kabupaten / kota, K3S, KUD / BUMD, serta kelompok penambang perlu memperhatikan kriteria:

a.    Eksternalitas.

b.    Akuntabilitas

c.    Efisiensi

d.    Sinergi.

Penemuan penelitian dari Dr. Bening Hadilinatih tersebut terutama tentang karakteristik masyarakat yang berada di sekitar tambang, ternyata sesuai dengan tulisan Tambunan (2016). Tambunan menulis bahwa di Jambi, Sumatera, ternyata sangat banyak tambang emas. Tanahnya juga sangat subur sehingga banyak hasil bumi yang melimpah seperti lada, kakao, kopi dan karet. Begitu melimpahnya hasil-hasil tambang itu sehingga Sumatera dijuluki Suwarnadwipa atau Pulau Emas.

Melimpahnya sumber daya alam itu, ternyata tidak berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat Jambi. Hal-hal buruk yang menimpa masyarakat Jambi antara lain:

  • Penambang emas liar semakin marak terjadi
  • Kebun karet berubah wajah menjadi lubang-lubang tambang. Masyarakat tidak mempedulikan lingkungan hidup.
  • Sungai-sungai yang ada hancur oleh alat penambang, sehingga Jambi menjadi rawan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Banyak anggota masyarakat yang mati sia-sia.
  • Pemanfaat air raksa untuk menambang emas, ternyata meracuni makhluk hidup dalam jangka panjang. Air sungai di Jambi mengandung merkuri sehingga tidak layak dikonsumsi.
  • Banyak terjadi kerusuhan sosial, karena masyarakat miskin melawan. Konflik sosial meningat tajam.

Fenomena yang terjadi di Jambi juga terjadi di penambangan minyak di Cepu dan Blora. Fenomena tersebut memaksa kita untuk merenung kembali, apakah sumber daya alam yang melimpah itu berkah atau kutukan? Para pakar ilmu sosial hendaknya tidak berpangku tangan melihat situasi yang menyedihkan ini. Salah satu peran pakar ilmu sosial seperti Dr. Bening Hadilinatih ini ingin menyuarakan kepada Pemerintah Indonesia akan pentingnya CSR (Corporate Social Responsibility). Masyarakat hendaknya tidak hanya menjadi penonton tetapi juga terlibat dalam pembangunan / pemanfaatan hasil tambang secara bijaksana.

Orasi ilmiah yang dilakukan oleh Dr. Bening Hadilinatih ini membuktikan bahwa ilmu-ilmu sosial seperti psikologi, hukum, dan ekonomi, ternyata dapat diterapkan dalam dunia minyak dan gas. Hal ini penting untuk dikemukakan karena visi dan misi Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi, dan Universitas Proklamasi 45 adalah berhubungan dengan minyak, gas, dan energi. Adanya orasi ilmiah ini, diharapkan para dosen dalam bidang ilmu sosial dapat meneliti tentang berbagai hal yang relevan dengan minyak, gas, dan energi. *) [SUMBER]

Daftar Pustaka:

Tambunan, I. (2016). Tambang liar: Mengeruk petaka di Pulau Emas. Kompas. 10 November, halaman 22.

 

Kebermanfaatan IAYP Terhadap Akreditasi Institusi

MAHASISWA PESERTA IAYP & MAHASISWA PSIKOLOGI UP45 BERGOTONG-ROYONG MEMPERJUANGKAN AKREDITASI INSTITUSI *)

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta

Akreditasi institusi di Indonesia adalah strategi Pemerintah Indonesia untuk menjamin agar hasil (output) berbagai lembaga akademik sesuai dengan standar dan mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Sebelum ada peraturan akreditasi ini, hasil dari lembaga akademik sangat bervariasi kualitasnya. Dampaknya adalah tidak sedikit anggota masyarakat yang kecewa karena kualitas perguruan tinggi yang dipilihnya tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan nilai akreditasi inilah masyarakat kini bisa memutuskan perguruan tinggi mana saja yang paling sesuai dengan harapannya. Di sisi lain, dengan adanya ketentuan akreditasi institusi ini maka civitas akademika perguruan tinggi berlomba-lomba memperbaiki kinerjanya sehingga nilai akreditasinya tinggi dan dapat menarik banyak mahasiswa. Jadi akreditasi institusi ini berfungsi ganda yaitu melindungi masyarakat dari perguruan tinggi abal-abal dan sekaligus memotivasi perguruan tinggi untuk menaikkan kinerjanya.

Persoalan yang relevan dengan akreditasi institusi adalah kurangnya kesadaran dari civitas akademika akan pentingnya akreditasi institusi ini. Suatu perguruan tinggi yang tidak terakreditasi tidak akan didijinkan oleh Pemerintah Indonesia (Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi) untuk meluluskan mahasiswa. Hal ini karena institusi / perguruan tingginya dianggap tidak kredibel. Di sisi lain, bila akreditasi Program Studinya rendah, maka tidak ada mahasiswa yang berminat untuk menuntut ilmu di Proram Studi tersebut.

Kurang sadarnya civitas akademika terhadap akreditasi institusi ini terjadi karena adanya persepsi bahwa pengurusan akreditasi adalah tanggung jawab Wakil Rektor I Bidang Akademik (Warek I). Warek I adalah panglimanya, sehingga para dosen apalagi mahasiswanya, tidak perlu campur tangan. Kalau pun campur tangan, maka hal itu harus berdasarkan SK (Surat Keputusan). SK itu ujung-ujungnya adalah uang. Jadi siapa saja yang mendapat SK itu maka harus membantu Warek I dan ada konsekuensi uang. Situasi ini nampaknya sederhana dan masuk akal. Persoalan klasik muncul ketika pengerjaan akreditasi tersebut berkepanjangan dan molor serta honor uang yang dibayarkan sedikit. Dampaknya Warek I akan sendirian mengerjakan tugas berat tersebut. Lehernya dipertaruhkan untuk nasib lembaga tempatnya berkarya. Ini sungguh tidak adil, namun itulah kenyataan pahit yang terjadi pada banyak perguruan tinggi.

Untuk menggugah kesadaran civitas akademika akan pentingnya akreditasi institusi ini, maka gaya kepemimpinan Warek I sangat penting. Ia harus seorang dirigen yang humble (rendah hati) namun cerdik menjaga semangat teman-teman dosen dan para mahasiswa untuk tetap fokus pada penyelesaian borang akreditasi institusi. Sangat tidak mudah menemukan Warek I yang mempunyai gaya kepemimpinan seperti itu.

Salah satu Warek I di Kopertis V Yogyakarta yang rendah hati itu adalah Warek I di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Dia adalah Syamsul Ma’arif, St., M.Eng. Berkat tangan dinginnya, maka baru-baru ini akreditasi institusi untuk UP45 bernilai B. Ini adalah karya yang luar biasa hebat. Berkat kepeduliannya, maka nasib seluruh dosen, karyawan dan mahasiswa UP45 terselamatkan. Cobalah bayangkan bila civitas akademika UP45 yang berjumlah mendekati 1000 orang itu kehilangan tempat kerja dan tempat menuntut ilmu, maka tentu banyak orang yang menderita. Jumlah itu belum terhitung keluarga yang ada di rumah. Sungguh besar jasa Warek I UP45 tersebut.

Salah satu hal penting dalam pengurusan akreditasi univesitas itu adalah aktivitas mahasiswa. Mahasiswa yang peduli pada keberlangsungan universitas, berprestasi tinggi baik dalam bidang akademik maupun ekstrakurikuler serta masa studi pendek, adalah bekal penting untuk mengisi borang akreditasi universitas.

Apa saja prestasi mahasiswa UP45 yang mendongkrak nilai akreditasi UP45? Prestasi penting itu adalah para mahasiswa telah sukses mengikuti pendidikan karakter level internasional yaitu IAYP (International Award for Young People). Berdasarkan catatan, 53 mahasiswa telah menyelesaikan seluruh kegiatan IAYP untuk level perunggu, 17 mahasiswa lulus level perak, dan 6 mahasiswa lulus level emas. Sebagian dari mereka sudah lulus dan berkarya pada organisasi bergengsi atau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pada umumnya mereka lulus tepat waktu yaitu 4 tahun. Jerih payah mereka menyelesaikan pendidikan karakter IAYP itu tidak sia-sia. Mereka mempunyai karakter yang patut dibanggakan.

Selain prestasi dalam bidang pendidikan karakter, hal penting lainnya untuk memperlancar pengerjaan borang akreditasi adalah kepedulian mahasiswa. Dalam hal ini, kepedulian mahasiswa Psikologi UP45 adalah salah satu contoh yang bisa dibanggakan. Kepedulian mereka adalah bergotong-royong memperbaiki dan menghias majalah dinding di UP45. Mahasiswa-mahasiswa yang bersedia membantu menghias majalah dinding itu antara lain Tri Jumiati, Wahyu Relisa Ningrum, Nunuk Priyati, Juni Wulan dan Manik Mojo. Mahasiswa Psikologi UP45 lainnya juga ikut terlibat, yaitu langsung menghias majalah dinding. Mereka antara lain Tri Welas Asih dan Sri Mulyaningsih. Semua mahasiswa Psikologi UP45 tersebut tergolong sebagai mahasiswa keren dan berprestasi. Mereka ringan tangan dan membantu ketika melihat dosennya tertatih-tatih dalam mempercantik majalah dinding. Kiprah mereka dalam membantu proses akreditasi institusi, sangat menyentuh hati. Semoga semangat mereka menular pada mahasiswa lainnya untuk lebih peduli pada almamater. [SUMBER]

Proklamasi Lawyers Club

Diskusi yang diselenggarakan oleh Lembaga Konsultan dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Proklamasi 45 ini terbuka untuk dosen dan mahasiswa fakultas hukum UP45 membahas hal-hal terupdate tentang hukum di indonesia, untuk agenda hari ini LKBH membahas tentang "Review Putusan Jessica" yang sedang marak diperbincangkan. Acara ini mulai pukul 18.00 – 19.30 WIB.

Lebih Cermat Dalam Menerapkan Pasal Melalui Praktek Peradilan Semu Fakultas Hukum UP45

Yogyakarta – Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta (LKBH FH UP45) kembali menyelenggarakan Simulasi Praktek Peradilan Semu untuk yang ke sekian kalinya. Praktek peradilan semu yang diselenggarakan pada kesempatan kali ini terlihat lebih tegang dan lebih melekat pada suasana peradilannya sebagaimana layaknya sidang yang sesungguhnya di Pengadilan. Kasus yang diangkat dalam praktek peradilan kali ini adalah Pencurian Pertalite di SPBU Liliput. Adapun yang menjadi dasar diangkatnya kasus tersebut  mengingat branding Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta adalah The University of Petroleum.

Sidang Peradilan Semu ini diperankan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2014. Hakim Ketua diperankan oleh Murdiono, dengan dua Hakim Anggotanya yaitu Heriyanto dan Tommy. Suasana sidang semakin lebih menarik dengan posisi Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum yang diperankan oleh para srikandi Fakultas Hukum. Jaksa Penuntut Umum diperankan oleh Eka Fitri Damayanti, sedangkan Penasihat Hukum diperankan oleh Ceria. Para mahasiswa tersebut memainkan peran sebagaimana layaknya peradilan yang sesungguhnya.

Adapun yang menarik dalam praktek peradilan semu pada kasus pencurian pertalite ini adalah Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa, yang dalam kasus ini diperankan oleh Budi, dengan menunjuk pada pasal 362 KUHP. Berdasarkan surat tuntutan tersebut, Penasihat Hukum pandai mecari celah untuk dilakukan pembelaan terhadap terdakwa. Menurutnya, penerapan pasal 362 KUHP kurang tepat diterapkan dalam kasus pencurian ini. Pasal yang lebih tepat untuk penuntutan adalah Pasal 364 KUHP, karena nilai nominal objek yang dicuri kurang dari Rp 2.500.000. Barang bukti yang disita adalah 1 botol Pertalite 1,5 Liter.

Ketelitian seperti itulah yang diharapkan dalam pelaksanaan praktek peradilan semu, sehingga Mahasiswa menjadi lebih teliti dan bisa lebih menguasai medan perkara. Tidak hanya itu, mahasiswa juga akan menjadi lebih terbiasa dan lebih mudah terarah dalam melakukan penerapan pasal-pasal dalam kasus yang ditangani. (SA)

Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Penambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua

Sumur tua merupakan sumur minyak yang pengeborannya telah dilakukan puluhan tahun dan produksi nya telah mengalami penurunan sehingga tidak diusahakan lagi oleh kontraktor besar. Namun, Sumur tua masih memiliki nilai ekonomi bila dikelola oleh pemerintah daerah. Di Indonesia, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumur tua diatur dengan peraturan menteri ESDM No. 1 tahun 2008. Meski sudah ada regulasinya, partisipasi masyarakat masih banyak menemui kendala.

Pada acara Diskusi Energi yang diadakan oleh EMGI UP 45 diangkat topik terkait partisipasi masyarakat. Acara yang diadakan pada tanggal 9 November 2016, mengundang Dr. Bening Hadilinatih, M.Si dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UP45, sebagai pembicara.  Tema diskusi merupakan hasil penelitian Bening saat menyelesaikan program Doktoralnya yaitu berjudul Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Penambangan Minyak Bumi pada Sumur tua.

Kegiatan penambangan minyak bumi sangat mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi, lingkungan maupun budaya daerah setempat. Pemerintah dan perusahaan pengelola pertambangan memiliki tanggung jawab untuk memberdayakan masyarakat guna peningkatan kapasitas. Akan tetapi, proses pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua seringkali belum menghasilkan partisipasi masyarakat lokal yang berkualitas.

Faktor rendahnya partisipasi masyarakat lokal ini yang kemudian disoroti dan diteliti. “Untuk menjawab kasus tersebut perlu dianalisis faktor-faktor pemberdayaan meliputi karakteristik masyarakat penambang, dukungan terhadap proses pengembangan kapasitas serta hubungan kewenangan antara masyarakat penambang dengan lembaga pengelola penambangan” tutur Bening.

Proses penambangan minyak oleh masyarakat dengan cara tradisional masih ditemukan tidak memperhatikan keamanan fisik dan kelestarian lingkungan. Selain itu, Peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tidak diimbangi dengan kesadaran pentingnya investasi masa depan menyebabkan muncul pola perilaku yang konsumtif, selera masyarakat meningkat sehingga penghasilan yang diperoleh hanya untuk kecukupan kebutuhan sehari-hari. Pada kondisi ini, Perekonomian memiliki ketergantungan yang sangat kuat pada kegiatan pertambangan.  Pendidikan dan pemahaman kepada  masyarakat perlu dilakukan untuk merubah pemikiran praktis dari penambang sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas partisipasi.  “pemberdayaan harus diarahkan pada peningkatan kapasitas multidimensional masyarakat.” Tegasnya.

Bening menambahkan faktor lain yang mempengaruhi kualitas partisipasi masyarakat adalah penguatan peran pemerintah daerah  dan ketegasan pemerintah dalam melaksanakan regulasi. “Harus ada regulasi yang matang antara hak dan kewajiban. Regulasi perlu direvisi karena tidak mengkover hubungan kewenangan pemerintah, masyarakat, dan penanam modal secara rinci dan jelas.” Ungkapnya. (D.S)

Pengembangan Diri Melalui Pelatihan Penulisan Jurnalistik

EMGI UP45, mengadakan Pelatihan Penulisan Jurnalistik pada 08 November 2016 pukul 13.00 WIB di ruang A101. Pelatihan ini merupakan pertemuan ke dua dari rangkaian Pelatihan Penulisan Jurnalistik dan Proposal Penelitian. Pelatihan ini diikuti oleh dosen-dosen muda UP45 dari berbagai prodi. Pembicara dalam pelatihan ini adalah Drs. Krisno Wibo, M.Si., Koordinator Swara Kampus Kedaulatan Rakyat.

Kegiatan ini bertujuan mendukung para dosen dalam mengembangkan kemampuan menulis. Pada pertemuan ini, diharapkan para dosen mampu membuat news tentang kegiatan yang sedang berlangsung. “Berita tersebut merupakan berita langsung yang inti berita berada di awal paragraph,” kata Krisno. Dengan begitu, bentuk berita ini akan seperti piramida yang terbalik, ujarnya.

“Latihan, penugasan dan evaluasi yang diberikan pada pelatihan jurnalistik ini diharapkan mampu mengasah kemampuan para dosen sehingga menjadi batu loncatan dalam penulisan artikel dan proposal penelitian. Dengan begitu, salah satu tujuan Tri Dharma Perguruan Tinggi sudah tercapai”, kata Bambang selaku Direktur EMGI UP45. (FAG)

Lowongan Kerja UP45

Universitas Proklamasi 45 Membuka Kesempatan Berkarir menjadi calon dosen, masukan lamaran anda sesuai ketentuan diatas.

 

Pendidikan Karakter IAYP di UP45 Diuji Kebermanfaatannya

Pendidikan karakter IAYP (International Award for Young People) adalah strategi cerdas yang ditemukan oleh Kurt Hahn (1896-1974) seorang ahli pendidikan dari Jerman. Pendidikan karakter IAYP tersebut atau DoEA (The Duke of Edinburgh’s Award) kini dipimpin oleh HRH The Duke of Edinburgh atau Pangeran Phillip dari Inggris (Belgutay, 2012). Pendidikan karakter IAYP disebut cerdas karena kegiatannya sangat sesuai dengan generasi muda usia 14-25 tahun. Pada usia tersebut, anak-anak muda digembleng dengan berbagai kegiatan yang menuntut munculnya perilaku bertanggung jawab, tidak berperilaku prokrastinansi, mandiri, jujur, dan tekun. Rangkaian kualitas sumber daya manusia unggul itulah yang ingin dimasukkan oleh Kurt Hahn dalam benak dan hati anak-anak muda. Anak-anak muda adalah pemimpin pada masa depan. Oleh karena itu mereka harus dipersiapkan sejak remaja, bahkan kalau memungkinkan sejak masa kanak-kanak.
 
Apa saja kegiatan IAYP? Kegiatan utama ada tiga yaitu rekreasi dan olah raga, ketrampilan, dan pelayanan masyarakat. Pendidikan karakter IAYP ini ada tiga level yaitu perunggu, perak, dan emas. Untuk level perunggu, kegiatan oelah raga, ketrampilan, dan pelayanan masyarakat masing-masing dilakukan minimal 60 menit/minggu, selama 3 bulan. Kegiatan selanjutnya adalah spesialisasi, yang berupa salah satu dari 3 kegiatan utama tersebut. Kegiatan spesialisasi ini juga dilakukan minimal 60menit/minggu selama 3 bulan. Setelah kegiatan utama usai, maka kegiatan selanjutnya adalah petualangan. Petualangan ini dilakukan selama 2 hari satu malam. Contoh kegiatan petualangan adalah kemping, naik gunung, atau kegiatan luar ruangan lainnya serta dilakukan di luar kota. Pada masa Kurt Hahn masih hidup, maka petualangan yang dilakukan adalah berlayar. Anak-anak muda Jerman harus mempunyai fisik yang bagus kondisinya, dan senang berpetualangan menjelajah negeri. Cobalah bayangkan, apabila kondisi fisik para pemuda Indonesia juga bugar, maka Indonesia akan maju.
 
Persoalan yang paling sering muncul dalam pelaksanaan kegiatan IAYP adalah peserta sering malas, tidak teratur, dan sering menunda-nunda (prokrastinansi) dalam melakukan kegiatan. Alasan yang paling sering dikemukakan peserta pada leader (pembina peserta) adalah adanya kegiatan kuliah, belajar karena besoknya ada ujian, melakukan praktikum, mengantar ibu ke pasar, dan sebagainya.
 
Semua alasan adalah benar karena memang dikemukakan untuk membenarkan suatu perilaku. Pada intinya peserta minta dimaafkan karena tidak melakukan 3 kegiatan tersebut secara rutin. Padahal rutinitas adalah dasar pembentukan kebiasaan. Kebiasaan yang dilakukan terus menerus akan membentuk karakter. Bila peserta secara rutin melakukan pelayanan masyarakat, maka ia terbiasa menolong orang lain yang kesusahan, sehingga karakter peduli pada orang yang lemah menjadi terbentuk (melekat) pada diri individu.
 
Kebiasaan menunda-nunda melaksanakan kegiatan inilah yang menarik untuk diteliti. Penelitian dilakukan oleh Singgih Purwanto, seorang mahasiswa Psikologi Univesitas Proklamsi 45 Yogyakarta. Ia juga peserta program IAYP, dan sudah menyelesaikan pada level perunggu dan perak. Sebagai peserta program IAYP, Singgih juga pernah terlambat melakukan kegiatan. Ia juga menyaksikan puluhan teman-temannya gagal dalam menyelesaikan program pendidikan karakter itu. Singgih menjadi penasaran, mengapa banyak temannya yang gagal dalam menyelesaikan program IAYP, padahal kegiatan-kegiatannya sangat sederhana.
 
Berbekal penelitian tentang prokrastinansi (Steel, 2007), Singgih mewawancarai 30 teman-temannya di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Hasil wawancara dan penelitiannya menunjukkan bahwa mahasiswa melakukan prokrastinansi karena mereka kurang berhati-hati dalam menatap masa depannya. Mereka kurang mampu berkonsentrasi, tidak mampu membuat perencanaan, dan kurang mempunyai keinginan untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi dalam hidupnya. Singkat kata, mahasiswa yang terbiasa menunda-nunda pelaksanaan suatu tugas, cenderung gagal dalam menyelesaikan kegiatan IAYP. Kebiasaan menunda-nunda kegiatan IAYP ini akan terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Mahasiswa akhirnya mempunyai karakter prokrastinansi.
 
Untuk mengatasi prokrastinansi, maka Singgih menyarankan agar peserta belajar untuk berkonsentrasi, membuat perencanaan kegiatan dan selalu memacu diri untuk mencapai sesuatu yang lebih tingggi (need for achievement). Agar prokrastinansi itu tidak menjadi penyakit kelak di kemudian hari, maka mahasiswa Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta diajak Singgih untuk melakukan kegiatan IAYP dengan bersungguh-sungguh. Mumpung masih mahasiswa, masih muda umurnya, belum berkeluarga, dan belum bekerja, maka pembentukan karakter terpuji harus segera dilakukan, yaitu melalui kegiatan IAYP.
 
Pada 29 September 2016, Singgih dan 62 temannya telah diwisuda di Hotel Grand Cokro Yogyakarta. Berkat ketekunan dan perilaku tidak menunda-nunda, maka Singgih dinobatkan menjadi salah satu wisudawan dengan predikat cum-laude. Raktor UP45 memberi selamat atas prestasi Singgih yang luar biasa ini. Dalam wisuda tersebut ada 4 teman Singgih yang juga diwisuda. Mereka adalah Romadhon, Nurul Komari Sari Apriliani, Yusna Hanung Purwandari, dan Richanatus Syarifah. Istimewanya, empat sekawan itu juga mengikuti program IAYP meskipun berbeda level. Romadhon dan Nurul sudah menyelesaikan level perak, sedangkan Yusna dan Richanatus sudah menyelesaikan level perunggu. Keistimewaan kedua, mereka berlima lulus tepat waktu yaitu 4 tahun. Ini adalah bukti nyata bahwa program IAYP juga ikut mensukseskan proses belajar mahasiswa.
 
Wisuda S1 tersebut pada hakekatnya merupakan saat bagi pembuktian bahwa karakter mereka benar-benar telah teruji melalui program IAYP. Ketika mereka bekerja dalam suatu organisasi, maka mereka benar-benar dituntut untuk disiplin mengerjakan tugas, tekun, bertanggung jawab, mandiri, jujur, serta yang penting adalah tidak melakukan prokrastinansi. Semoga program IAYP yang bagus ini tetap dapat terlaksana dengan lancar di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. [SUMBER]

Praktek Peradilan Semu Sebagai Media Belajar Mahasiswa Fakultas Hukum UP45

Praktek Peradilan merupakan salah satu bagian dari mata kuliah yang diajarkan dalam perkuliahan Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Melalui mata kuliah Praktek Peradilan, mahasiswa dapat mengimplementasi teori yang telah didapatkan dari Hukum Acara, baik Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan Agama, maupun Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu, Praktek Peradilan wajib ditempuh oleh mahasiswa Fakultas Hukum.

Mengingat pentingnya peranan Praktek Peradilan, maka Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta (LKBH FH UP45) menyelenggarakan kegiatan “Praktek Peradilan Semu” sebagai bentuk kepedulian LKBH terhadap kualitas akademik mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Menurut salah satu pengurus LKBH FH UP45 Devisi Non Litigasi, yaitu Lucia Setyawahyuningtyas, mahasiswa Fakultas Hukum dapat belajar dan menemui kesulitan-kesulitan beracara ketika mereka terjun atau praktik langsung.

Untuk yang kesekian kalinya, LKBH FH UP45 menyelenggarakan kembali Praktek Peradilan Semu. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada Hari Jumat, 28 Oktober 2016 mulai pukul 16.00-18.30 WIB. Kegiatan ini diikuti oleh berbagai angkatan mahasiswa Fakultas Hukum. Mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2011, 2013 dan 2014 menjadi pemeran praktek sidang, sedangkan mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2015 dan 2016 menjadi penonton atau peserta sidang. Dalam kegiatan kali ini, dilakukan dua sesi praktik dengan kasus yang sama yaitu kasus Pencabulan terhadap Anak Di Bawah Umur. Adapun peran-peran yang dimainkan oleh para mahasiswa adalah sebagai berikut.

Sesi Pertama    :

  1. Hakim Ketua                    : Anas (2014)
  2. Hakim Anggota I             : Bobby (2014)
  3. Hakim Anggota II            : Mr. Ahama Hadeemor (2014)
  4. Jaksa Penuntut Umum     : Mohamad Sururudin (2011)
  5. Penasihat Hukum             : Khoirul Anam (2014)
  6. Petugas Kerohanian         : Zainal Arifin (2013)
  7. Panitera Pengganti           : Andi Wegig (2014)
  8. Terdakwah                         : Sumardiyana (2014)
  9. Saksi Korban                    : Ceria (2014)
  10. Saksi Fakta                        : Eka Febriyanti D. (2014)

Sesi Kedua      :

  1. Hakim Ketua                     : Imung (2014)
  2. Hakim Anggota I             : Andi Wegig (2014)
  3. Hakim Anggota II            : Heri Nughroho (2014)
  4. Jaksa Penuntut Umum    : Zainal Arifin (2013)
  5. Penasihat Hukum             : Subargo dan Erni Lestari (2013)
  6. Petugas Kerohanian        : Mr. Ahama Hadeemor (2014)
  7. Panitera Pengganti           : Mohamad Sururudin (2011)
  8. Terdakwah                         : Bobby  (2014)
  9. Saksi Korban                     : Eka Febriyanti D. (2014)
  10. Saksi Fakta                         : Ceria  (2014)

Menurut salah satu mahasiswa yang menjadi pemeran dalam sidang, Erni Lestari mengungkapkan dengan adanya Praktek Peradilan Semu ini, kita bisa terbiasa dengan suasana peradilan. “Kita terbiasa dengan suasana peradilan, membuat kita percaya diri, lebih kritis dalam mengamati situasi di pengadilan. Situasi peradilan semu dengan peradilan sesungguhnya berbeda, peradilan semu berisi teman-teman kita sendiri. Meskipun demikian, setidaknya peradilan semu ini melatih mental kita untuk menghadapi peradilan yang sesungguhnya”, ungkap Erni.

LKBH FH UP45 berharap dapat terus menyelenggarakan Praktek Peradilan Semu di waktu selanjutnya. Hal ini merupakan wujud upaya untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan lingkup mahasiswa Fakultas Hukum. Harapannya, mahasiswa Fakultas Hukum tidak hanya pandai berteori, namun juga handal dalam menjadi seorang praktisi hukum. (S.A)