Talk Show Fenomena Generasi Z
Acara ini bertempat di ruang seminar UP45, dimulai pukul 08.00 WIB – selesai,
bagi yang ingin mendaftar silahkan menghubungi CP : 081239585634 (Rere), 085851855703 (Ilham)
Acara ini bertempat di ruang seminar UP45, dimulai pukul 08.00 WIB – selesai,
bagi yang ingin mendaftar silahkan menghubungi CP : 081239585634 (Rere), 085851855703 (Ilham)
Pada 9 November 2016, Ibu Dr. Bening Hadilinatih, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta telah memberikan orasi ilmiah. Orasi ilmiah iut adalah ringkasan disertasinya. Ibu Bening baru saja lulus dari Program Doktor di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM pada pertengahan 2016. Judul penelitiannya adalah: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN PENAMBANGAN MINYAK BUMI PADA SUMUR TUA (Studi kasus: Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan penmabangan minyak bumi pada sumur tua di Blok Cepu). Disertasi ini pada hakekatnya adalah menterjemahkan visi misi UP45 ke tataran praktis di pandang dari sudut ilmu sosial. Berikut adalah ringkasan dari disertasinya.
Indonesia memiliki sangat banyak tambang minyak bumi. Hal ini karena Indonesia terletak di lokasi ‘cincin api’, yaitu lokasi yang banyak terdapat gunung berapi. Minyak bumi itu ditambang, dan lokasi penambangannya disebut sumur. Bila sumur-sumur itu dibor sebelum tahun 1970, maka sumur itu disebut sumur tua. Sumur-sumur itu mempunyai peralatan yang sudah tua sehingga sudah lama tidak berproduksi lagi. Agar dapat berproduksi lagi, maka perlu ada pembaharuan alat-alat. Mengapa perlu peralatan baru? Hal ini karena minyak bumi harus dimanfaatkan dengan efisien. Hal itu dilakukan agar keamanan pasokan energi nasional terjamin.
Untuk mengelola kembali sumur-sumur tua itu, maka perlu pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan tampak jelas dari tingginya partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat yang tinggi ini akan memberi dua dampak yaitu peningkatan produksi minyak bumi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal yang menjadi permasalahan adalah partisipasi masyarakat akan menimbulkan masalah sosial dan kerusakan lingkungan.
Permasalahan pokok yang diteliti adalah: Mengapa proses pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua belum menghasilkan partisipasi masyarakat loka yang berkualitas? Untuk menjawab permasalahan teresbut, maka akan dibahas tiga hal yaitu:
Apa saja kebijakan penambang minyak bumi pada sumur tua? Sumur minyak tua yang sering disebut sebagai old oil well, old well, atau abandoned oil well merupakan sumur minyak yang pengeborannya telah dilakukan puluhan tahun yang lalu. Oleh karena produksi dari sumur itu sudah mnurun maka sumur minyak itu ditinggalkan dan / atau ditutup. Minyak dari sumur minyak tua yang berada di lapangan minyak tua (mature fields / old oil fields) dapat dimanfaatkan kembali (reuse), untuk mengatasi kelangkaan sumber daya alam.
Di Indonesia, keikutsertaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua diatur dengan Peraturan Menteri ESDM No. 1 tahun 2008. Sumur minyak tua adalah sumur peninggalan Belanda yang dibor sebelum tahun 1970 dan tidak diusahakan oleh kontraktor migas mana pun. Di Indonesia, ada 13.824 buah sumur tua. Dari jumlah itu, sumur yang berpotensi untuk digarap kembali ada 5.000 sumur dan sumur-sumur tersebut bisa menghasilkan minyak sekitar 25 ribu barel/hari.
Untuk menggarap kembali sumur-sumur tua itu, perlu adanya partisipasi masyarakat di sekitr tempat sumur itu berada. Partisipasi adalah istilah yang sering dikaitkan dengan pemberdayaan. Partisipasi adalah tindakan atau menjadi bagian dai suatu tindakan, seperti proses pengambilan keputusan. Pemberdayaan mewakili kontrol berbagi, hak, dan kemampuan untuk berpartisipasi, serta untuk mempengaruhi keputusan, seperti pada alokasi sumber daya.
Pemberdayaan ada tga tingkatan yaitu micro level (desa), meso level (kota / wilayah), dan macro level (nasional). Pemberdayaan pada skala individu, adalah peningkatan kapasitas seseorang untuk mendapatkan kontrol atas kehidupan pribadi dan untuk mempromosikan perubahan dalam struktur kekuasaan. Peningkatan kapasitas itu dapat meningkatkan kesejahteraan seseorang. Pada skala masyarakat, pemberdayaan mengacu pada proses yang membuat komunitas memperoleh kekuatan bersama dalam kaitannya dengan keadaan sebelumnya.
Pemberdayaan juga berarti adanya pendelegasian secara sosial dan etika / moral. Kerangka kerja pemberdayaan tersebut dapat dilihat dari akronim ACTORS berikut ini:
Faktor-faktor peberdayaan masyarakat tersebut di atas dapat disejajarkan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi suatu kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah: komunikasi, ketersediaan sumber daya (SDM, pendanaan dan kewenangan), sikap dan komitmen dari pelaksana program, dan strukur birokrasi.
Faktor-faktor pemberdayaan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi faktor-faktor sebagai berikut:
1. Karakteristik masyarakat penambang
a. Kapasitas masyarakat.
b. Pemahaman masyarkat tentang sumber daya alam.
2. Dukungan terhadap proses pengembangan kapasitas.
a. Sikap dan komitmen dari pelaksana kebijakan
b. Komunikasi
c. Ketersediaan sumber daya (SDM, sarana dan prasarana, serta pendanaan).
3. Hubungan kewenangan antara masyarakat penambang dengan lembaga-lembaga pengelola penambangan.
a. Struktur birokrasi
b. Pembagian kewenangan.
METODE
a. Pejabat pembuat dan pelaksana kebijakan
b. Pelaku penambangan minyak.
c. Masyarakat.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik masyarakat penambang
§ Kapasitas manajerial yang dimiliki oleh masyarakat penambang, baik secara individu maupun kelompok, masih rendah.
§ Pemahaman masyarakat tentang kepemilikan, hak pengelolaan penambangan, keberlanjutan dan dampak dari kegiatan penambangan, maupun harapan-harapan ke depan masih beragam.
§ Kesejahteraan meningkat, tetapi baru sampai pada tahap kecukupan untuk memenuhi hidup sehari-hari. Mereka belum dapat menginvestasikn pendapatannya untuk masa depan.
§ Ketergantungan masyarakat penambang pada kegiatan penambangan minyak bumi pada sumur tua masih sangat kuat.
Partisipasi masyarakat di lokasi penelitian merupakan kondisi partisipasi yang lemah.
§ Kurang memiliki kemampuan untuk merencanakan atau memutuskan pengembangan mereka sendiri.
§ Pimpinan kelompok penambang atau KUD/BUMD belum berperan dalam meningkatkan kapasitas masyarakat.
§ Kurang memperhatikan pentingnya peningkatan kemampuan dan ktrampilan.
§ Partisipasi masyarakat dikendalikan dan dikelola oleh agen eksternal.
§ Cenderung mempertahankan cara-cara lama.
§ Cenderung menolak intervensi dari pemerintah, meskipun penolakan tersebut bersifat tersembunyi atau ada resistensi terselubung (hidden transcript).
§ Adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar.
Pemberdayaan masyarakat penambang belum dapat memperkuat kemauan, kesempatan, dan kemampuan (capacity strengthening) masyarakat untuk dapat meakukan partisipasi yang berkualitas.
Beberapa temuan tentang pemberdayaan masyarakat sebagai proses peningkatan kualitas partisipasi adalah:
KESIMPULAN, TEMUA TEORITIS DAN SARAN
a. Strategi peningkatan kapasitas penambang
b. Kebijakan yang mengatur tentang pembagian kewenangan dan pola hubungan antar pelaksana kebijakan.
TESIS DARI KAJIAN INI ADALAH:
IMPLIKASI PRAKTIS PENELITIAN
SARAN UNTUK PERBAIKAN KEBIJAKAN PENGATURAN PENAMBANGAN MINYAK BUMI PADA SUMUR TUA:
a. Eksternalitas.
b. Akuntabilitas
c. Efisiensi
d. Sinergi.
Penemuan penelitian dari Dr. Bening Hadilinatih tersebut terutama tentang karakteristik masyarakat yang berada di sekitar tambang, ternyata sesuai dengan tulisan Tambunan (2016). Tambunan menulis bahwa di Jambi, Sumatera, ternyata sangat banyak tambang emas. Tanahnya juga sangat subur sehingga banyak hasil bumi yang melimpah seperti lada, kakao, kopi dan karet. Begitu melimpahnya hasil-hasil tambang itu sehingga Sumatera dijuluki Suwarnadwipa atau Pulau Emas.
Melimpahnya sumber daya alam itu, ternyata tidak berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat Jambi. Hal-hal buruk yang menimpa masyarakat Jambi antara lain:
Fenomena yang terjadi di Jambi juga terjadi di penambangan minyak di Cepu dan Blora. Fenomena tersebut memaksa kita untuk merenung kembali, apakah sumber daya alam yang melimpah itu berkah atau kutukan? Para pakar ilmu sosial hendaknya tidak berpangku tangan melihat situasi yang menyedihkan ini. Salah satu peran pakar ilmu sosial seperti Dr. Bening Hadilinatih ini ingin menyuarakan kepada Pemerintah Indonesia akan pentingnya CSR (Corporate Social Responsibility). Masyarakat hendaknya tidak hanya menjadi penonton tetapi juga terlibat dalam pembangunan / pemanfaatan hasil tambang secara bijaksana.
Orasi ilmiah yang dilakukan oleh Dr. Bening Hadilinatih ini membuktikan bahwa ilmu-ilmu sosial seperti psikologi, hukum, dan ekonomi, ternyata dapat diterapkan dalam dunia minyak dan gas. Hal ini penting untuk dikemukakan karena visi dan misi Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi, dan Universitas Proklamasi 45 adalah berhubungan dengan minyak, gas, dan energi. Adanya orasi ilmiah ini, diharapkan para dosen dalam bidang ilmu sosial dapat meneliti tentang berbagai hal yang relevan dengan minyak, gas, dan energi. *) [SUMBER]
Daftar Pustaka:
Tambunan, I. (2016). Tambang liar: Mengeruk petaka di Pulau Emas. Kompas. 10 November, halaman 22.
MAHASISWA PESERTA IAYP & MAHASISWA PSIKOLOGI UP45 BERGOTONG-ROYONG MEMPERJUANGKAN AKREDITASI INSTITUSI *)
Akreditasi institusi di Indonesia adalah strategi Pemerintah Indonesia untuk menjamin agar hasil (output) berbagai lembaga akademik sesuai dengan standar dan mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Sebelum ada peraturan akreditasi ini, hasil dari lembaga akademik sangat bervariasi kualitasnya. Dampaknya adalah tidak sedikit anggota masyarakat yang kecewa karena kualitas perguruan tinggi yang dipilihnya tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan nilai akreditasi inilah masyarakat kini bisa memutuskan perguruan tinggi mana saja yang paling sesuai dengan harapannya. Di sisi lain, dengan adanya ketentuan akreditasi institusi ini maka civitas akademika perguruan tinggi berlomba-lomba memperbaiki kinerjanya sehingga nilai akreditasinya tinggi dan dapat menarik banyak mahasiswa. Jadi akreditasi institusi ini berfungsi ganda yaitu melindungi masyarakat dari perguruan tinggi abal-abal dan sekaligus memotivasi perguruan tinggi untuk menaikkan kinerjanya.
Persoalan yang relevan dengan akreditasi institusi adalah kurangnya kesadaran dari civitas akademika akan pentingnya akreditasi institusi ini. Suatu perguruan tinggi yang tidak terakreditasi tidak akan didijinkan oleh Pemerintah Indonesia (Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi) untuk meluluskan mahasiswa. Hal ini karena institusi / perguruan tingginya dianggap tidak kredibel. Di sisi lain, bila akreditasi Program Studinya rendah, maka tidak ada mahasiswa yang berminat untuk menuntut ilmu di Proram Studi tersebut.
Kurang sadarnya civitas akademika terhadap akreditasi institusi ini terjadi karena adanya persepsi bahwa pengurusan akreditasi adalah tanggung jawab Wakil Rektor I Bidang Akademik (Warek I). Warek I adalah panglimanya, sehingga para dosen apalagi mahasiswanya, tidak perlu campur tangan. Kalau pun campur tangan, maka hal itu harus berdasarkan SK (Surat Keputusan). SK itu ujung-ujungnya adalah uang. Jadi siapa saja yang mendapat SK itu maka harus membantu Warek I dan ada konsekuensi uang. Situasi ini nampaknya sederhana dan masuk akal. Persoalan klasik muncul ketika pengerjaan akreditasi tersebut berkepanjangan dan molor serta honor uang yang dibayarkan sedikit. Dampaknya Warek I akan sendirian mengerjakan tugas berat tersebut. Lehernya dipertaruhkan untuk nasib lembaga tempatnya berkarya. Ini sungguh tidak adil, namun itulah kenyataan pahit yang terjadi pada banyak perguruan tinggi.
Untuk menggugah kesadaran civitas akademika akan pentingnya akreditasi institusi ini, maka gaya kepemimpinan Warek I sangat penting. Ia harus seorang dirigen yang humble (rendah hati) namun cerdik menjaga semangat teman-teman dosen dan para mahasiswa untuk tetap fokus pada penyelesaian borang akreditasi institusi. Sangat tidak mudah menemukan Warek I yang mempunyai gaya kepemimpinan seperti itu.
Salah satu Warek I di Kopertis V Yogyakarta yang rendah hati itu adalah Warek I di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Dia adalah Syamsul Ma’arif, St., M.Eng. Berkat tangan dinginnya, maka baru-baru ini akreditasi institusi untuk UP45 bernilai B. Ini adalah karya yang luar biasa hebat. Berkat kepeduliannya, maka nasib seluruh dosen, karyawan dan mahasiswa UP45 terselamatkan. Cobalah bayangkan bila civitas akademika UP45 yang berjumlah mendekati 1000 orang itu kehilangan tempat kerja dan tempat menuntut ilmu, maka tentu banyak orang yang menderita. Jumlah itu belum terhitung keluarga yang ada di rumah. Sungguh besar jasa Warek I UP45 tersebut.
Salah satu hal penting dalam pengurusan akreditasi univesitas itu adalah aktivitas mahasiswa. Mahasiswa yang peduli pada keberlangsungan universitas, berprestasi tinggi baik dalam bidang akademik maupun ekstrakurikuler serta masa studi pendek, adalah bekal penting untuk mengisi borang akreditasi universitas.
Apa saja prestasi mahasiswa UP45 yang mendongkrak nilai akreditasi UP45? Prestasi penting itu adalah para mahasiswa telah sukses mengikuti pendidikan karakter level internasional yaitu IAYP (International Award for Young People). Berdasarkan catatan, 53 mahasiswa telah menyelesaikan seluruh kegiatan IAYP untuk level perunggu, 17 mahasiswa lulus level perak, dan 6 mahasiswa lulus level emas. Sebagian dari mereka sudah lulus dan berkarya pada organisasi bergengsi atau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pada umumnya mereka lulus tepat waktu yaitu 4 tahun. Jerih payah mereka menyelesaikan pendidikan karakter IAYP itu tidak sia-sia. Mereka mempunyai karakter yang patut dibanggakan.
Selain prestasi dalam bidang pendidikan karakter, hal penting lainnya untuk memperlancar pengerjaan borang akreditasi adalah kepedulian mahasiswa. Dalam hal ini, kepedulian mahasiswa Psikologi UP45 adalah salah satu contoh yang bisa dibanggakan. Kepedulian mereka adalah bergotong-royong memperbaiki dan menghias majalah dinding di UP45. Mahasiswa-mahasiswa yang bersedia membantu menghias majalah dinding itu antara lain Tri Jumiati, Wahyu Relisa Ningrum, Nunuk Priyati, Juni Wulan dan Manik Mojo. Mahasiswa Psikologi UP45 lainnya juga ikut terlibat, yaitu langsung menghias majalah dinding. Mereka antara lain Tri Welas Asih dan Sri Mulyaningsih. Semua mahasiswa Psikologi UP45 tersebut tergolong sebagai mahasiswa keren dan berprestasi. Mereka ringan tangan dan membantu ketika melihat dosennya tertatih-tatih dalam mempercantik majalah dinding. Kiprah mereka dalam membantu proses akreditasi institusi, sangat menyentuh hati. Semoga semangat mereka menular pada mahasiswa lainnya untuk lebih peduli pada almamater. [SUMBER]
Diskusi yang diselenggarakan oleh Lembaga Konsultan dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Proklamasi 45 ini terbuka untuk dosen dan mahasiswa fakultas hukum UP45 membahas hal-hal terupdate tentang hukum di indonesia, untuk agenda hari ini LKBH membahas tentang "Review Putusan Jessica" yang sedang marak diperbincangkan. Acara ini mulai pukul 18.00 – 19.30 WIB.
Yogyakarta – Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta (LKBH FH UP45) kembali menyelenggarakan Simulasi Praktek Peradilan Semu untuk yang ke sekian kalinya. Praktek peradilan semu yang diselenggarakan pada kesempatan kali ini terlihat lebih tegang dan lebih melekat pada suasana peradilannya sebagaimana layaknya sidang yang sesungguhnya di Pengadilan. Kasus yang diangkat dalam praktek peradilan kali ini adalah Pencurian Pertalite di SPBU Liliput. Adapun yang menjadi dasar diangkatnya kasus tersebut mengingat branding Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta adalah The University of Petroleum.
Sidang Peradilan Semu ini diperankan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2014. Hakim Ketua diperankan oleh Murdiono, dengan dua Hakim Anggotanya yaitu Heriyanto dan Tommy. Suasana sidang semakin lebih menarik dengan posisi Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum yang diperankan oleh para srikandi Fakultas Hukum. Jaksa Penuntut Umum diperankan oleh Eka Fitri Damayanti, sedangkan Penasihat Hukum diperankan oleh Ceria. Para mahasiswa tersebut memainkan peran sebagaimana layaknya peradilan yang sesungguhnya.
Adapun yang menarik dalam praktek peradilan semu pada kasus pencurian pertalite ini adalah Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa, yang dalam kasus ini diperankan oleh Budi, dengan menunjuk pada pasal 362 KUHP. Berdasarkan surat tuntutan tersebut, Penasihat Hukum pandai mecari celah untuk dilakukan pembelaan terhadap terdakwa. Menurutnya, penerapan pasal 362 KUHP kurang tepat diterapkan dalam kasus pencurian ini. Pasal yang lebih tepat untuk penuntutan adalah Pasal 364 KUHP, karena nilai nominal objek yang dicuri kurang dari Rp 2.500.000. Barang bukti yang disita adalah 1 botol Pertalite 1,5 Liter.
Ketelitian seperti itulah yang diharapkan dalam pelaksanaan praktek peradilan semu, sehingga Mahasiswa menjadi lebih teliti dan bisa lebih menguasai medan perkara. Tidak hanya itu, mahasiswa juga akan menjadi lebih terbiasa dan lebih mudah terarah dalam melakukan penerapan pasal-pasal dalam kasus yang ditangani. (SA)
Sumur tua merupakan sumur minyak yang pengeborannya telah dilakukan puluhan tahun dan produksi nya telah mengalami penurunan sehingga tidak diusahakan lagi oleh kontraktor besar. Namun, Sumur tua masih memiliki nilai ekonomi bila dikelola oleh pemerintah daerah. Di Indonesia, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumur tua diatur dengan peraturan menteri ESDM No. 1 tahun 2008. Meski sudah ada regulasinya, partisipasi masyarakat masih banyak menemui kendala.
Pada acara Diskusi Energi yang diadakan oleh EMGI UP 45 diangkat topik terkait partisipasi masyarakat. Acara yang diadakan pada tanggal 9 November 2016, mengundang Dr. Bening Hadilinatih, M.Si dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UP45, sebagai pembicara. Tema diskusi merupakan hasil penelitian Bening saat menyelesaikan program Doktoralnya yaitu berjudul Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Penambangan Minyak Bumi pada Sumur tua.
Kegiatan penambangan minyak bumi sangat mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi, lingkungan maupun budaya daerah setempat. Pemerintah dan perusahaan pengelola pertambangan memiliki tanggung jawab untuk memberdayakan masyarakat guna peningkatan kapasitas. Akan tetapi, proses pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua seringkali belum menghasilkan partisipasi masyarakat lokal yang berkualitas.
Faktor rendahnya partisipasi masyarakat lokal ini yang kemudian disoroti dan diteliti. “Untuk menjawab kasus tersebut perlu dianalisis faktor-faktor pemberdayaan meliputi karakteristik masyarakat penambang, dukungan terhadap proses pengembangan kapasitas serta hubungan kewenangan antara masyarakat penambang dengan lembaga pengelola penambangan” tutur Bening.
Proses penambangan minyak oleh masyarakat dengan cara tradisional masih ditemukan tidak memperhatikan keamanan fisik dan kelestarian lingkungan. Selain itu, Peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tidak diimbangi dengan kesadaran pentingnya investasi masa depan menyebabkan muncul pola perilaku yang konsumtif, selera masyarakat meningkat sehingga penghasilan yang diperoleh hanya untuk kecukupan kebutuhan sehari-hari. Pada kondisi ini, Perekonomian memiliki ketergantungan yang sangat kuat pada kegiatan pertambangan. Pendidikan dan pemahaman kepada masyarakat perlu dilakukan untuk merubah pemikiran praktis dari penambang sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas partisipasi. “pemberdayaan harus diarahkan pada peningkatan kapasitas multidimensional masyarakat.” Tegasnya.
Bening menambahkan faktor lain yang mempengaruhi kualitas partisipasi masyarakat adalah penguatan peran pemerintah daerah dan ketegasan pemerintah dalam melaksanakan regulasi. “Harus ada regulasi yang matang antara hak dan kewajiban. Regulasi perlu direvisi karena tidak mengkover hubungan kewenangan pemerintah, masyarakat, dan penanam modal secara rinci dan jelas.” Ungkapnya. (D.S)
EMGI UP45, mengadakan Pelatihan Penulisan Jurnalistik pada 08 November 2016 pukul 13.00 WIB di ruang A101. Pelatihan ini merupakan pertemuan ke dua dari rangkaian Pelatihan Penulisan Jurnalistik dan Proposal Penelitian. Pelatihan ini diikuti oleh dosen-dosen muda UP45 dari berbagai prodi. Pembicara dalam pelatihan ini adalah Drs. Krisno Wibo, M.Si., Koordinator Swara Kampus Kedaulatan Rakyat.
Kegiatan ini bertujuan mendukung para dosen dalam mengembangkan kemampuan menulis. Pada pertemuan ini, diharapkan para dosen mampu membuat news tentang kegiatan yang sedang berlangsung. “Berita tersebut merupakan berita langsung yang inti berita berada di awal paragraph,” kata Krisno. Dengan begitu, bentuk berita ini akan seperti piramida yang terbalik, ujarnya.
“Latihan, penugasan dan evaluasi yang diberikan pada pelatihan jurnalistik ini diharapkan mampu mengasah kemampuan para dosen sehingga menjadi batu loncatan dalam penulisan artikel dan proposal penelitian. Dengan begitu, salah satu tujuan Tri Dharma Perguruan Tinggi sudah tercapai”, kata Bambang selaku Direktur EMGI UP45. (FAG)
Universitas Proklamasi 45 Membuka Kesempatan Berkarir menjadi calon dosen, masukan lamaran anda sesuai ketentuan diatas.
Praktek Peradilan merupakan salah satu bagian dari mata kuliah yang diajarkan dalam perkuliahan Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Melalui mata kuliah Praktek Peradilan, mahasiswa dapat mengimplementasi teori yang telah didapatkan dari Hukum Acara, baik Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan Agama, maupun Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu, Praktek Peradilan wajib ditempuh oleh mahasiswa Fakultas Hukum.
Mengingat pentingnya peranan Praktek Peradilan, maka Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta (LKBH FH UP45) menyelenggarakan kegiatan “Praktek Peradilan Semu” sebagai bentuk kepedulian LKBH terhadap kualitas akademik mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Menurut salah satu pengurus LKBH FH UP45 Devisi Non Litigasi, yaitu Lucia Setyawahyuningtyas, mahasiswa Fakultas Hukum dapat belajar dan menemui kesulitan-kesulitan beracara ketika mereka terjun atau praktik langsung.
Untuk yang kesekian kalinya, LKBH FH UP45 menyelenggarakan kembali Praktek Peradilan Semu. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada Hari Jumat, 28 Oktober 2016 mulai pukul 16.00-18.30 WIB. Kegiatan ini diikuti oleh berbagai angkatan mahasiswa Fakultas Hukum. Mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2011, 2013 dan 2014 menjadi pemeran praktek sidang, sedangkan mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2015 dan 2016 menjadi penonton atau peserta sidang. Dalam kegiatan kali ini, dilakukan dua sesi praktik dengan kasus yang sama yaitu kasus Pencabulan terhadap Anak Di Bawah Umur. Adapun peran-peran yang dimainkan oleh para mahasiswa adalah sebagai berikut.
Sesi Pertama :
Sesi Kedua :
Menurut salah satu mahasiswa yang menjadi pemeran dalam sidang, Erni Lestari mengungkapkan dengan adanya Praktek Peradilan Semu ini, kita bisa terbiasa dengan suasana peradilan. “Kita terbiasa dengan suasana peradilan, membuat kita percaya diri, lebih kritis dalam mengamati situasi di pengadilan. Situasi peradilan semu dengan peradilan sesungguhnya berbeda, peradilan semu berisi teman-teman kita sendiri. Meskipun demikian, setidaknya peradilan semu ini melatih mental kita untuk menghadapi peradilan yang sesungguhnya”, ungkap Erni.
LKBH FH UP45 berharap dapat terus menyelenggarakan Praktek Peradilan Semu di waktu selanjutnya. Hal ini merupakan wujud upaya untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan lingkup mahasiswa Fakultas Hukum. Harapannya, mahasiswa Fakultas Hukum tidak hanya pandai berteori, namun juga handal dalam menjadi seorang praktisi hukum. (S.A)