Kasus kekerasan di kalangan remaja merupakan permasalahan yang cukup meresahkan bagi masyarakat. Upaya pencegahan dan mengurangi resiko kasus kekerasan tersebut dilakukan pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menanganinya. Salah satunya dengan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta melalui Fakultas Psikologi. Salah satu kegiatannya adalah refleksi kasus parenting yang telah terlaksana di ruang pertemuan kelurahan Sorosutan, Daerah Istimewa Yogyakarta (3/11). Kegiatan ini merupakan rangkaian program sosialisasi anti kekerasan terhadap anak yang dilaksanakan oleh Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Yogyakarta.
“Setiap keluarga memiliki cara mendidik anak di rumah dalam menumbuhkan budi pekerti dan budaya prestasinya. Orang tua perlu terus belajar untuk menyesuaikan perkembangan anak dan zaman”, ungkap Drs. Rumpis Trimintarta selaku Camat Umbulharjo dalam sambutannya. Rumpis menambahkan tentang peran pemuda, remaja dalam pembangunan. “Sebagai generasi penerus bangsa, pemuda, remaja memiliki peran yang sangat strategis. Bukan hanya eksistensinya, yang akan mengisi kepemimpinan di masa depan, melainkan juga pada saat ini”, tandas Rumpis.
Polana Setiya Hati, S.SI, MM., perwakilan Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Yogyakarta menjelaskan bahwa dalam acara ini para tokoh masyarakat Sorosutan difasilitasi untuk melakukan refleksi kasus bersama dengan pihak kepolisian serta kalangan akademisi. “Sasaran peserta sejumlah 100 orang, meliputi perwakilan jajaran pemerintahan Camat, Lurah, RW / RT, Anak usia SMP-SMA dan perwakilan para Orang tua”, jelas Pola.
Menurut Pola, remaja masa kini memiliki banyak kerentanan dan masalah-masalah yang mengancam masa depannya. “Masalah-masalah remaja yang dihadapi saat ini misalnya meningkatnya jumlah remaja yang terlibat aksi kekerasan, penyalahgunaan NAPZA, dan kehamilan tidak diinginkan”, ungkap Iptu. Kardiyana dari Polresta Yogyakarta.
Salah satu narasumber dalam kegiatan ini adalah Ekan Suliandari, Psikolog dalam kegiatan ini lebih memberikan pendampingan tentang cara pengelolaan emosi pada para remaja.
Narasumber lainnya dalam kegiatan ini adalah Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., M.A. dari Fakultas Psikologi UP45 yang menekankan pada pembinaan dari sisi lingkungan keluarga dan sosial. Pada sesi ini para peserta sangan antusias melontarkan berbagai pertanyaan. Salah satunya dari Subandono (RT49), yang menanyakan, “Bagaimana caranya menghadapi untuk membatasi anak yang selalu bermain hp, marah ketika diperingatkan?” “Silakan diskusi dengan anak, buat semacam kesepakatan dan penting kita mengetahui aplikasi apa yang sering digunakan anak dalam hp nya” jawab Wahyu.
Pertanyaan lain datang dari Yulianto (RT52), “Putri saya SMP, dulu begitu dekat dengan saya dan memiliki hobi sama dengan saya yaitu mendengarkan lagu. Namun sekarang dia lebih suka menyendiri, gaya bicaranya kurang bersahabat seperti beberapa teman-temannya. Bagaimana cara agar saya dapat dekat dan berkomunikasi baik seperti dulu lagi?” Menurut Wahyu, sewajarnya di usia SMP anak cenderung lebih dekat dengan teman sebayanya. Alternatif agar orang tua tetap bisa dekat dengan anak yaitu orang tua harus mampu bersikap sebagai seorang teman, sahabat yang bagi anak.
Sedikit berbeda dengan penanya lainnya, Jubandi RT(50) menanyakan, “Bila orangtua, keluarga merupakan pembentuk karakter bagi anak, bagaimana cara membentuk karakter yang baik padahal ada lingkungan juga yang mempengaruhi?” Jawab Wahyu, “hendaknya orang tua menanamkan nilai-nilai positif sejak usia dini. Ketika anak tumbuh dan berkembang di usia remaja, berikan perhatian, kebebasan dan kepercayaan agar anak juga belajar untuk bertanggungjawab”.
Pertanyaan berikutnya dilontarkan oleh Junayah (RT51), “Bisakah kami diberikan contoh-contoh perilaku kenakalan remaja dalam bentuk film agar kami lebih bisa paham hal apa saja yang sering dilakukan oleh remaja saat ini yang mungkin tidak kami ketahui?” Jawab Pola, “baik bisa, ini sebagai masukan bagi kami untuk menyajikan film tentang kenakalan remaja”.
Syukur (RW13) menanyakan, ”Saat ini sering ada berita tentang terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh remaja. Bagaimana membangun sikap mental terkait dengan spiritual bagi remaja?” Menurut Wahyu, teladan dari orang tua sangat penting. Remaja cenderung lebih bisa menerima dan memahami contoh nyata daripada nasehat atau sekedar teori. Kondisi keluarga yang harmonis akan membentuk sikap mental yang kuat bagi remaja.
“Hendaknya keluarga dapat menjalankan fungsinya yakni dengan mencipatakan komunikasi yang afektif antar anggota keluarga, memberikan dukungan, perhatian dan kepedulian terhadap remaja serta memiliki kemampuan untuk mengontrol perilaku remaja agar tidak ke arah perilaku negatif melainkan mengarahkan remaja untuk meregulasi diri dalam proses perkembangannya dan membentuk menjadi individu yang memiliki daya juang”, tutup Wahyu.