Import Baju Awul-awul
<p style="text-align: justify;">Berbagai upaya dilakukan oleh individu untuk meraup sejumlah keuntungan, baik dengan memproduksi berbagai barang dan jasa, hingga menjual barang legal maupun ilegal. Bagi penjualan barang ilegal tentunya akan mendapatkan sanksi dari pemerintah. Berkembang atau tidaknya sebuah usaha termasuk import baju awul-awul jelas ditentukan oleh minat beli dari masyarakat. Ironisnya, pakaian impor itu mengandung berbagai bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Marak diberitakan di media pada awal tahun ini, bahwa ternyata Kementerian Perdagangan (Kemendag) menemukan 216.000 koloni bakteri per gram dalam celana impor bekas. Temuan itu berdasarkan uji laboratorium terhadap celana impor yang diduga terkena cairan menstruasi (Sukmana, 2015).</p>
<p style="text-align: justify;">Menarik bagi kita untuk dikaji bersama mengapa sebagian kelompok masyarakat mempertaruhkan kesehatan dirinya dengan membeli pakaian bekas impor, yang sebenarnya tampak luar saja pakaian impor bekas itu sudah tidak layak pakai. Sudah sebegitu parahkah kondisi perekonomian masyarakat kita sehingga untuk pemenuhan pakaian saja harus membeli pakaian bekas yang ternyata mengandung resiko penyakit yang berbahaya. Ataukah terdapat gaya hidup atau TREND di masyarakat dalam memilih sikap konsumen tersebut.</p>
<p style="text-align: justify;"> Kotler (2002) menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam membeli yaitu adanya faktor budaya, kelas sosial, pribadi, psikologis, dan produk. Faktor psikologis mencakup variable motivasi, persepsi, belajar dan variabel kepercayaan serta sikap. Begitu halnya yang terjadi pada maraknya baju awul-awul di masyarakat kita. Sekelompok masyarakat masih mementingkan prestis yang dirasa. Didukung dengan adanya konformitas atau perilaku ikut-ikutan di kalangan remaja maupun mahasiswa yang cenderung berperilaku konsumtif. Beberapa alasan ketika membeli baju awul-awul yaitu mendapat baju import yang bermerk dan disain model yang menarik dengan harga yang relatif murah. Begitu pentingnya berpenampilan seperti yang diinginkan atau seperti yang diidolakan bagi remaja pada umumnya mampu meningkatkan rasa percaya diri sehingga merasa lebih diterima di lingkungan teman-teman sebayanya.</p>
<p style="text-align: justify;">Adanya resiko penyebaran bakteri atau jamur bahkan virus melalui pakaian import bekas hendaknya menjadi indikator bagi masyarakat untuk lebih meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya kesehatan. Maraknya penjualan baju awul-awul dimungkinkan dengan ketidak percayaan masyarakat terhadap produk dalam negeri, sehingga menjadi peringatan bagi produsen untuk semakin meningkatkan kualitas produksinya. Melalui pembahasan tentang maraknya baju awul-awul ini kita bisa belajar bahwa bagaimanapun juga di dalam mensyukuri diri tentunya tampak dari bagaimana kita merawat diri. Bukan tentang murah atau mahal harga pakaian yang kita kenakan namun lebih pada konsep diri yaitu sejauh mana kita menilai tentang diri kita.</p>
<p style="text-align: justify;">Oleh : Fx. Wahyu Widiantoro</p>
<p><em style="line-height:1.6">Referensi</em></p>
<p style="margin-left:36.0pt">Sukmana, Yoga,. (2015). Ternyata, Dalam Satu Gram Pakaian Bekas Impor Terdapat 216.000 Koloni Bakteri. JAKARTA, KOMPAS.com. Rabu, 4 Februari 2015 | 20:43 WIB</p>
<p style="margin-left:36.0pt">Kotler, P. 1990. Manajemen Pemasaran: anallisis, perencanaan dan pengendalian. Jilid I. Jakarta: Erlangga.</p>