Sumur Ilegal Migas,”Surga” Penambang dan Dampaknya Bagi Lingkungan & Masyarakat Sekitar

 Penambangan ilegal sumur Migas di Indonesia saat ini sudah berlangsung cukup lama dengan jumlah yang signifikan. Berbagai macam cara sudah dilakukan pemerintah untuk menertibkan penambangan sumur ilegal ini. Pihak aparat keamanan juga telah dilibatkan untuk menertibkan penambangan sumur ilegal tersebut. Namun benturan-benturan pro dan kontra masih saja muncul dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan, baik dari Pemerintah, Pertamina maupun Masyarakat sekitar yang mengakibatkan aparat keamanan menghentikan sementara penertiban sumur ilegal migas yang ditambang secara tradisional.

Contoh kasus penambangan ilegal sumur Migas milik Pertamina Aset I yang dikerjakan oleh penambang ilegal di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Berdasarkan data dari berbagai sumber (Pertamina dan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin), sedikitnya 104 unit sumur migas yang menjadi objek vital nasional, digarap secara liar oleh warga dan oknum penambang ilegal di kabupaten yang berada di Mangun Jaya dan Keluang. Aparat keamanan gabungan TNI-Polri sempat menertibkan sumur-sumur migas itu tanpa perlawanan dari para penambang ilegal, bahkan petugas Pertamina EP Aset-1 Ramba Sumbagsel telah melakukan pengecoran sebagian sumur menggunakan semen.

Namun, pada bulan Oktober 2016 anggota Polres Musi Banyuasin menghentikan kegiatan pengamanan penutupan penertiban sumur tersebut, karena sejumlah perwakilan masyarakat menunjukkan bukti surat dari Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, yang oleh masyarakat dimaknai sebagai persetujuan Gubernur bagi warga untuk mengebor sumur-sumur tersebut.

Berdasarkan surat nomor 100/51/KDH/2016 tertanggal 19 Oktober 2016 yang dikirim oleh PLT Bupati Musi Banyuasin Beni Hernedi kepada Presiden Direktur PT. Pertamina EP yang berisi dua hal :

  1. Untuk sementara PT Pertamina EP disarankan menunda eksekusi penertiban sumur migas dengan melakukan penutupan sumur migas di 27 titik sumur di Babat Toman dan 9 titik di Keluang.
  2. Sumur tersebut dapat dioperasikan kembali oleh masyarakat dimana hasil dari sumur-sumur tersebut sepenuhnya dikembalikan 100 persen kepada Pertamina EP melalui PT Petro Muba, BUMD Pemkab Musi Banyuasin selaku pihak yang dapat memfasilitasi dan mengkoordinasi serta mengawasi kegiatan tersebut sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Atas dasar surat tersebut, Kapolres Musi Banyuasin memerintahkan anggotanya untuk menghentikan sementara penutupan 27 sumur di Mangunjaya dan 9 sumur di Keluang.

Setelah penertiban, sebagian sumur-sumur migas khususnya di Mangun Jaya yang berada di kawasan perkebunan karet milik warga ditinggalkan begitu saja. Berbagai dampak pencemaran sudah mulai terlihat. Limbah cair berwarna hitam hasil pengeboran liar mengalir dan mengotori serta merusk lingkungan sekitar. Sebanyak 2.000-2.500 ton limbah cair B3 (minyak bercampur lumpur) yang dibuang sembarangan oleh para penambang ilegal telah mencemari lingkungan hidup sekitar di wilayah Keluang dan Mangun Jaya Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Limbah-limbah cair B3 ini cukup berbahaya dan mengancam bagi kehidupan masyarakat sekitar, merusak tanaman, mencemari sungai dan dapat menimbulkan kebakaran. Pembersihan limbah cair B3 tersebut membutuhkan dana yang cukup besar. Setiap satu hektar yang dicemari, bisa membutuhkan dana Rp. 15 milyar. Oleh karena itu, Pertamina kini melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang perlindungan lingkungan serta acaman hukuman 3 tahun penjara atau denda sebesar Rp 3 miliar hingga Rp 10 miliar yang terdapat pada UU No. 32 Tahun 2009.

Pertamina secara bertahap melakukan penutupan sumur-sumur migas yang digarap secara ilegal tersebut menggunakan semen, karena beberapa sumur mengeluarkan gas yang cukup tinggi yang dapat membahayakan jiwa masyarakat sekitar terutama para penambang ilegal yang menggunakan peralatan secara traditional. Para penambang ilegal ini juga menambang tanpa memperhatikan aspek kerusakan lingkungan dan keselamatan jiwa karena tidak menggunakan Standar Operasional yang jelas.

Selain dampak tersebut diatas, penyerobotan sumur Migas Pertamina wilayah operasional Mangun Jaya (81 Sumur) dan Keluang (23 sumur) telah mengakibatkan hak negara atas hasil migas tersebut hilang begitu saja. Akibatnya produksi minyak yang diperoleh Pertamina dari wilayah itu hanya berkisar 400 barrel per hari.

Kasus diatas merupakan salah satu dampak sumur ilegal migas, dimana masih banyak sumur-sumur di Indonesia yang ditambang secara ilegal oleh penambang ilegal

Untuk itu, selain melakukan penertiban, pemerintah dan pertamina juga harus memberikan solusi tentang nasib penambang ilegal. Salah satunya melakukan pemetaan sosial sehingga bisa ditindaklanjuti dengan pemberdayaan masyarakat seperti membentuk paguyuban sebagai wadah “eks” penambang ilegal.

Semoga permasalahan sumur ilegal ini dapat diselesaikan secara bijak dan berkelanjutan dengan terus mencari solusi yang dapat menampung aspirasi masyarakat sehingga baik pemerintah, pertamina maupun masyarakat sekitar tidak menangung kerugian yang disebabkan dampak sumur ilegal tersebut. (Aisyah Indah Irmaya;2017)