DPMPPA Yogyakarta dan UP45 Laksanakan Edukasi Penggunaan Gadget yang Sehat dan Pencegahan Kekerasan Seksual di SMP Negeri 9 Yogyakarta
Pemerintah Kota Yogyakarta melalui UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak Yogyakarta mengadakan Edukasi Penggunaan Gadget yang Sehat dan Pencegahan Kekerasan Seksual pada dan oleh Anak di Aula besar SMP Negeri 9 Yogyakarta (2/8). Hal ini dilakukan karena adanya peningkatan kekerasan seksual pada anak akhir-akhir ini yang salah satu penyebabnya adalah penggunaan gadget yang tidak sehat. Narasumber pada kegiatan adalah Dr. Arundati Shinta, MA dan Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., MA, dosen Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
“Apakah smartphone menguntungkan atau merugikan? Sebutkan apa keuntungan dan kerugian yang dirasakan!”, demikian tanya Arundati hingga peserta secara spontan merespon dengan beragam jawaban dan alasan. Metode yang dilakukan dalam edukasi ini memacu setiap peserta untuk aktif terlibat secara langsung sebagai proses dalam memahami materi yang disajikan. Acara yang dibagi dalam 2 sesi diikuti oleh 100 peserta didik, dibentuk dalam kelompok-kelompok diskusi untuk menjawab 6 pertanyaan yang mengembangkan kesadaran tentang aktivitas terkait penggunaan gadget, hingga peserta mampu merumuskan penggunaan gadget secara sehat.
Peserta didik yang hadir duduk di bangku kelas 8 menyatakan bahwa dirinya memiliki gadget dalam bentuk smartphone dan sebagian besar mengungkapkan bahwa mereka mengunakan smartphone setidaknya 5 jam setiap hari. Aplikasi yang selalu digunakan yaitu media sosial sepeti facebook, instagram, whatsapp, youtube. Salah satu siswa mengungkapkan bahwa merasa senang dengan berlama-lama menggunakan smartphone, bahkan merasa janggal dan enggan bila harus meninggalkan smartphone bila bepergian. Teguran dari orang tua untuk tidak sering menggunakan smartphone pun juga seringkali didengar meskipun tak lama kemudian berlanjut tetap menggunakan smartphone lagi.
Siswa lainnya mengungkapkan tidak mampu membatasi penggunaan gadget dengan berbagai alasan yaitu terdapat hal positif dari gadget, memperoleh informasi dari internet dalam mengerjakan PR, memperluas wawasan dan pergaulan sosial, orang tua dan keluarga mereka juga menggunakan gadget, gadget dibutuhkan sebagai media berkomunikasi dengan keluarga. “Upaya pencegahan agar tidak menggunakan gadget secara berlebihan antara lain yaitu matikan notifikasi, gunakan seperlunya, perbanyak aktivitas interaksi sosial, fokus dengan aktivitas positif, matikan sebelum tidur, hindari penggunaaan saat berkendara”, kata Arundati.
Arundati menjelaskan bahwa penggunaan gadget bagi siswa, lebih utama pada sarana bermedia sosial dan bermain game. Ketika bermedia sosial, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah publikasi identitas diri dan terdapatnya ancaman bahkan kekerasan seksual. Arundati memberikan materi Pencegahan Kekerasan Seksual pada dan oleh anak disajikan dengan mengajak peserta untuk menggambar tubuh yang sering disebut sebagai body mapping. Para peserta dipisah antara kelompok siswa laki dan kelompok siwa perempuan. Peserta dibimbing agar lebih mampu memahami kondisi tubuhnya, kondisi tubuh lawan jenisnya, serta menjaga dan menghindarkan diri dari kekerasan seksual. “Tidak perlu merasa malu membicarakan seks dalam keluarga. Bertanyalah kepada ayah dan ibu untuk mendapatkan informasi yang tepat daripada bertanya pada teman tentang seks”, tambah Arundati.
“Kecenderungan penggunaan gadget secara berlebihan dan tidak tepat akan menjadikan seseorang bersikap tidak peduli pada lingkungannya baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Dampak yang sering dialami dan cenderung tidak disadari oleh pengguna gadget secara berlebihan yaitu potensi stress berpengaruh pada emosi yang tidak stabil, kurang fokus dalam mengerjakan aktivitas, interaksi sosial terganggu, insomnia, produktivitas menurun yang ditunjukkan dengan nilai prestasi belajar yang tidak optimal”, tambah Wahyu.
“Kekerasan seksual bisa terjadi baik di rumah maupun di sekolah dengan bentuk-bentuk sangat bervariasi. Kekerasan seksual di sekolah, berupa kata-kata yang melecehkan yang berdampak pada rasa tidak menyenangkan hingga tindakan pemaksaan secara fisik. Penting bagi setiap siswa untuk menanamkan rasa malu, mengembangkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada perempuan, menjaga kebersihan diri, mandiri, mampu menguasai diri, disiplin, dan sikap moral yang memperhatikan tentang etika sopan santun”, tandas Wahyu.