Program Desa Emas _ Desa Perlu Kembangkan Kapasitas
Bergulirnya Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa menjadi babak baru tata kelola desa. Saat ini, beragam kewenangan menjadi otoritas pemerintahan desa. Salah satunya desa memiliki kewenangan dalam tata kelola anggaran desa melalui dana desa. Kedepan, desa memiliki tantangan untuk mentransformasikan dirinya atau mengubah masa depan masyarakatnya agar lebih demokratis dan sejahtera. Potret dinamika ekonomi desa melalui kegiatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) semakin menggeliat. Namun usaha tersebut belum diikuti pengembangan kapasitas yang memadai dan akhirnya kurang berkembang.
Dalam rangka ikut mendorong usaha tersebut Komite Ekonomi dan Industri Nasional RI (KEIN RI) dan Pemerintah Desa Ponggok, Polanharjo, Klaten bekerjasama dengan Universitas Proklamasi 45 (UP45)Yogyakarta dan BMT INTI menyelenggarakan Workshop Pemberdayaan Desa “Emas” melalui Pengembangan BUMDes di Aula Desa Ponggok, Kamis (16/2/2017). Junaedi Mulyono SH selaku Kepala Desa Ponggok menuturkan bahwa ,” kegiatan ini akan diikuti oleh berbagai jajaran pemerintah desa dan pengelola BUMDes. Adapun pemrasaran menghadirkan jajaran KEIN RI, Perum Bulog Pusat, PT. Asuransi Jasa Indonesia, Pemerintah Kabupaten dan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.”
Sedangkan Budi Purnomo selaku Kelompok Kerja Industrialisasi Pedesaan KEIN RI di sela – sela persiapan Workshop menjelaskan bahwa,” kegiatan ini bertujuan untuk merancang strategi pengembangan BUMDes dalam kerangka inisiasi program “Desa Emas”. Ini sangatlah penting karena mayoritas kondisi masyarakat desa menghadapi masalah kemiskinan. Kedepan, potensi desa dapat digali dan dikembangkan secara bertahap untuk meningkatkan nilai tambah potensi ekonomi desa melalui pemberdayaan masyarakat.
Prof Dr Dawam Rahardjo selaku Rektor UP45 Yogyakarta mengatakan bahwa ,” implementasi Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014, desa memiliki sejumlah tantangan. Kedalam desa harus mampu meningkatkan kapasitasnya. Sedangkan keluar, desa hendaknya mulai terbuka dan aktif untuk mengembangkan kerjasama dan kemitraan dengan pihak – pihak terkait termasuk perguruan tinggi.”
Lebih lanjut Dawam menambahkan bahwa ,”perubahan yang cepat ini sesungguhnya belum diikuti oleh perubahan atau perbaikan kapasitas partisipasi masyarakat. Proses sosial – politik di masa lalu tidaklah mewariskan ketrampilan membangun prakarsa – mengaktualisasi aspirasi atau ketrampilan berpartisipasi. Sebaliknya, justru telah mewariskan suatu apatisme politik, suatu sikap menunggu dan sikap yang mengandalkan petunjuk dari atas. Untuk itu, agar desa dapat berkembang dan maju secara bersama perlu merancang sebuah desain pendidikan sebagai forum pembelajaran dan peningkatan kapasitas bagi aktor – aktor desa sebagai motor penggerak roda pembangunan desa. “