Partisipasi Pusat Studi Energi dan Lingkungan (PSEL-UP45) Dalam Pengelolaan Sampah DIY

Bicara soal sampah, seperti tak pernah habisnya. Selalu saja muncul berita tentang persoalan sampah di sekitar kita. Persoalan sampah di Kota Yogyakarta dan sekitarnya seakan tidak pernah berhenti. Upaya pemerintah di tingkat provinsi, kota, dan kabupaten untuk mengatasi sampah terus berlanjut. Berbagai macam program, seperti sosialisasi Bank Sampah, Kampanye bertema sampah, dan sebagainya, terus dilakukan. Baik itu oleh Pemda setempat, LSM, dan kelompok masyarakat.

Pemerintah Kota dan Provinsi DIY pun resah dengan kondisi penumpukan sampah yang semakin hari bertambah banyak itu. Segala upaya mereka rembukkan dengan berbagai pihak untuk mengatasi persoalan sampah. Mereka pun memotivasi semua pihak untuk bekerja keras mengatasi persoalan sampah. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Yogyakarta turut melibatkan para pakar atau ahli lingkungan, Dinas Kebersihan Kota Yogyakarta, masyarakat, serta seluruh elemen agar terbebas dari masalah sampah. Sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat pun dilakukan pemerintah setempat. Dalam kampanye bersih dari sampah itu, warga diajak mengurangi produksi sampah, khususnya sampah rumah tangga. Masyarakat juga diajari bagaimana memilah sampah yang organik dan non organik (sampah plastik, gelas, dan sejenisnya). Sampai saat ini pemerintah daerah kota Yogyakarta masih belum menemukan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan sampah. Beberapa alternatif solusi telah dirancang oleh Dinas kebersihan kota Yogyakarta, seperti kerjasama dengan LSM ataupun pakar/ahli lingkungan. Beberapa LSM dan kelompok masyarakat telah berpartisipasi dalam mengolah sampah.

Di Universitas Proklamasi 45 kini sudah terbentuk Pusat Studi Energi dan Lingkungan Universitas Proklamasi 45 (PSEL-UP45). Beberapa waktu lalu, bersama Tim PSEL-UP45 melakukan survei ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Bantul. Disana Tim PSEL-UP45 melakukan studi kelayakan dengan menguji sampling sampah yang berasal dari berbagai pasar di Yogyakarta dan sekitarnya. Hasil dari pengujian tersebut digunakan untuk menganalisis permasalahan sampah serta cara pengolahannya di kota Yogyakarta.

Menteri LHK, Siti Nurbaya telah membentuk Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Tingkat Nasional melalui SK.536/Menlhk/Setjen/PLB.0/7/2016. Pembentukan dewan persampahan itu sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah sampah yang tak kunjung habis. Melalui dewan ini, Menteri LHK berharap agar dapat diberikan pertimbangan, meningkatkan komunikasi, menyiapkan instrumen monitoring, melakukan advokasi, mendukung kampanye dan membantu evaluasi program pengelolaan sampah di Indonesia. Nabiel Nakarim, mantan Menteri Lingkungan Hidup tahun 2001-2004, yang juga saat ini menjabat sebagai Pengawas Yayasan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, diangkat sebagai ketua Dewan Persampahan Nasional.

Dengan diterbitkannya Perda Kota Yogyakarta No. 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah, membuat masyarakat Yogyakarta turut bekerja sama dalam menanggulangi sampah. Gerakan sadar lingkungan sudah seharusnya menjadi tanggungjawab kita semua. Dan itu tidak bisa dikerjakan oleh satu atau dua pihak saja. Harus ada kerjasama yang berkesinambungan oleh semua pihak, sehingga tercipta lingkungan yang bersih dan bebas dari penyakit.

Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah lingkungan. Alternatif – alternatif tersebut harus bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam.

Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip – prinsip baru. Masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat, sehingga minimisasi sampah harus dijadikan prioritas utama. Sudah seharusnya Pemerintah Daerah setempat untuk melarang sampah diangkut langsung ke TPA, tetapi harus habis dikelola dan didaur ulang di TPS atau pada sumber timbulan sampah. Sistem ini harus tersebar di setiap kelurahan/desa dengan berbasis masyarakat. Kita harus rubah paradigma “Kumpul – Angkut – Buang”, tapi “Kumpul – Kelola – Jual/Pakai”.

Dengan begitu, tercipta lingkungan yang bersih, dan menjadikan sampah sebagai sumber daya yang harus dimanfaatkan, sehingga menciptakan peluang usaha baru di masyarakat (termasuk mengurangi tingkat angka pengangguran) di Indonesia. (Enda Apriani;2016)